Lupus eritematosus sitemik
(systemic lupus erythematosus) (SLE)
merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum
diketahui serta manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan prognosis yang
sangat beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan
angka kematian yang cukup tinggi.
Manifestasi klinis SLE
sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung,
paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.
Kewaspadaan
Akan Penyakit SLE
Kecurigaan akan penyakit
SLE perlu dipikirkan bila dijumpai 2 atau lebih kriteria sebagaimana tercantum
di bawah ini, yaitu:
- Wanita muda dengan keterlibatan 2 organ atau lebih.
- Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat badan.
- Muskuloskeletal: artritis, artralgia, miositis.
- Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi membrana mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.
- Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria,sindrom nefrotik.
- Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen.
- Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, lesi parenkim paru.
- Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis.
- Retikulo-endotelial: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali).
- Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
- Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
Kecurigaan
terhadap SLE perlu dipikirkan pada penderita yang memiliki 2 atau lebih
kriteria kewaspadaan SLE.
Diagnosis
SLE
Tabel
Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik
Keterangan:
Klasifikasi ini terdiri
dari 11 kriteria dimana diagnosis harus memenuhi 4 dari 11 kriteria tersebut
yang terjadi secara bersamaan atau dengan tenggang waktu.
Modifikasi kriteria ini
dilakukan pada tahun 1997.
Pemeriksaan
Penunjang Minimal Lain yang Diperlukan untuk Diagnosis dan Monitoring
- Hemoglobin, leukosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)*
- Urin rutin dan mikroskopik, protein kuantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin.
- Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)*
- PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid
- Serologi ANA**, anti-dsDN***, komplemen*** (C3, C4)
- Foto polos thorax
* pemeriksaan hanya untuk
awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring.
** setiap 3-6 bulan bila
stabil
*** setiap 3-6 bulan pada
pasien dengan penyakit ginjal aktif.
ANA, antibodi antinuklear.
PT/PTT, protrombin time/partial
tromboplastin time
Rekomendasi
IRA
- Diagnosis SLE di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis ACR 1997 revisi
- Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria ACR untuk SLE
Tes imunologik awal yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik (ANA IF dengan
Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan hanya pada pasien dengan tanda dan gejala yang
mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar
95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain
yang memiliki gambaran klinis menyerupa SLE misalnya infeksi kronis
(tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed
Connective Tissue Disease (MCTD), artritis reumatoid, tiroiditis autoimun),
keganasan atau pada orang normal.
Beberapa tes lain yang
perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibodi terhadap antigen
nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP, Ro(SSA), La(SSB), Scl-70 dan
anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA
merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang ditemukan pada penyakit lain dan
spesifisitasnya hampir 100%.
Rekomendasi
IRA
- Tes ANA merupakan tes yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
- Tes ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE
- Tes anti-dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak menyingkirkan diagnosis SLE
Penyakit SLE dapat
dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam jiwa.
Kriteria
untuk dikatakan SLE ringan adalah:
- Secara klinis tenang
- Tidak terdapat tanda / gejala mengancam nyawa
- Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
Contoh: SLE dengan
manifestasi artritis dan kulit.
Penyakit
SLE dengan tingkat keparahan sedang jika ditemukan:
- Nefritis ringan sampai sedang (lupus nefritis kelas I dan II)
- Trombositopenia (trombosit 20.000-50.000/mm3)
- Serositis mayor
Penyakit
SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan seperti:
- Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.
- Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis interstitial, shrinking lung.
- Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.
- Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.
- Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).
- Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.
- Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit < 1000/mm3), trombositopenia < 20.000/mm3, purpura trombotik trombositopenia, trombosis vena atau arteri.
Pilar
Pengobatan SLE
- Edukasi dan konseling
- Program rehabilitasi
- Pengobatan medikamentosa
Butir-butir edukasi
terhadap pasien SLE
Program
Rehabilitasi
Secara garis besar, maka
tujuan, indikasi dan teknis pelaksanaan program rehabilitasi yang melibatkan
beberapa maksud di bawah ini, yaitu:
- Istirahat
- Terapi fisik
- Terapi dengan modalitas
- Ortotik
- Lain-lain
Jenis obat yang dipakai
pada SLE yaitu:
- OAINS
- Kortikosteroid
- Anti malaria
- Imunosupresan / Sitotoksik
- Obat lainnya
Kortikosteroid (KS)
digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE. Meski dihubungkan
dengan munculnya banyak efek samping, KS tetap merupakan obat yang banyak
dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi.
Terminologi
Pembagian Kortikosteroid
Indikasi
Pemberian Kortikosteroid
Pembagian dosis KS
membantu kita dalam menatalaksana kasus rematik. Dosis rendah sampai sedang
digunakan pada SLE yang relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna
untuk SLE yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis
luas, lupus nefritis, dan lupus cerebral.
Efek
Samping Kortikosteroid
Efek samping kortikosteroid
tergantung kepada dosis dan waktu, dengan meminimalkan jumlah KS, akan
meminimalkan juga risiko efek samping.
Efek samping yang sering
ditemukan pada pemakaian kortikosteroid dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Cara
Pemberian Kortikosteroid
Pulse
Terapi Kortikosteroid
Pulse terapi KS digunakan
untuk penyakit rematik yang mengancam nyawa, induksi atau pada kekambuhan. Dosis
tinggi ini biasa diberikan intravena dengan dosis 0,5-1 gram metilprednisolon
(MP). Diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Cara
Pengurangan Dosis Kortikosteroid
Karena berpotensi mempunyai
efek samping, maka dosis KS mulai dikurangi segera setelah penyakitnya
terkontrol. Tapering harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol yang muncul akibat
penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
(HPA) kronis. Tapering secara bertahap memberikan pemulihan terhadap fungsi
adrenal.
Sebagai panduan, untuk tapering
dosis prednison > 40 mg/hari maka dapat dilakukan penurunan 5-10 mg setiap
1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg setiap 1-2 minggu pada dosis antara
40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/hari setiap 2-3 minggu bila
dosis prednison < 20 mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam dosis rendah
untuk mengontrol aktivitas penyakit.
Sparing
Agen Kortikosteroid
Istilah ini digunakan
untuk obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis KS dan berfungsi
juga mengontrol penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agent ini adalah azatioprin,
mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan metotrexate. Pemberian terapi kombinasi
ini adalah untuk mengurangi efek samping KS.
Rekomendasi
IRA
- Pengobatan SLE meliputi edukasi dan konseling, rehabilitasi medik dan medikamentosa
- Pemberian terapi kortikosteroid merupakan lini pertama, cara penggunaan, dosis dan efek samping perlu diperhatikan
- Terapi pendamping (sparing agent) dapat digunakan untuk memudahkan menurunkan dosis kortikosteroid, mengontrol penyakit dasar dan mengurangi efek samping KS.
Pengobatan
SLE Ringan
Obat-obatan:
- Penghilang nyeri seperti Paracetamol 3x500 mg, bila diperlukan.
- Obat anti inflamasi non steroid (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi.
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat potensi ringan).
- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kgBB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) dengan catatan periksa mata saat awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sedangkan hidroksiklorokuin dosis 5-6,5 mg/kgBB/hari (200-400 mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan.
- Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg/hari atau yang setara.
Tabir surya: gunakan tabir
surya topikal dengan sun protection
factor sekurang-kurangnya 15 (SPF 15).
Pengobatan
SLE Sedang
Sama seperti pada SLE
ringan kecuali pada obat-obatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa regimen
obat-obatan tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada.
Pengobatan
SLE Berat atau Mengancam Nyawa
Sama seperti pada SLE
ringan kecuali pada penggunaan obat-obatan. Pada SLE berat atau yang mengancam
nyawa diperlukan obat-obatan seperti:
Glukokortikoid dosis
tinggi. Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia: prednison 40-60
mg/hari (1 mg/kgBB) atau yang setara selama 4-6 minggu yang kemudian diturunkan
secara bertahap, dengan didahului pemberian metilprednisolon intravena 500 mg –
1 gr/hari selama 3 hari berturut-turut.
Obat imunosupresan atau
sitotoksik. Kelompok obat ini yang biasa digunakan pada SLE yaitu azatioprin,
siklofosfamid, metotreksat, siklosporin, mikofenolat mofetil.
Algoritma
penatalaksanaan SLE
Bagan
Algoritma Penatalaksanaan SLE. Terapi SLE sesuai dengan keparahan
manifestasinya.
TR
tidak respon, RS respon sebagian, RP respon penuh.
KS
adalah kortikosteroid setara prednison, MP metilprednisolon, AZA azatioprin,
OAINS obat anti inflamasi non steroid, CYC siklofosfamid, NPSLE neuropsikiatri
SLE.
Terapi
Lain
Beberapa obat yang dapat
digunkana pada keadaan khusus SLE mencakup:
- Imunoglobulin intravena terutama IgG, dosis 400 mg/kgB/hari selama 5 hari, terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia, anemia hemolitik, nefritis, neuropsikiatrik SLE, manifestasi mukokutaneus, atau demam yang refrakter dengan terapi konvensional.
- Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan lupus serebritis.
- Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus diskoid.
- Danazol pada trombositopenia refrakter.
- Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-sparing effect pada SLE ringan.
- Dapson dan derivat retinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang refrakter dengan obat lainnya.
- Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada SLE berat.
- Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas stimulator limfosit sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi SLE (belum tersedia di Indonesia).
- Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap ligan CD40 (CD40LmAb).
- Dialisis, transplantasi autologus stem-cell.
- Terapi SLE berdasarkan berat ringannya penyakit
- Lihat algoritma terapi SLE
No comments:
Post a Comment